Sang dewa siang mulai kembali ke peradabannya menciptakan bekas guratan-guratan berwarana jingga yang terlihat menawan. Aku berjalan menyusuri jalanan sepi di pinggiran kota Jogja, kota nan elok jelita dengan jutaan kenangan. Langkah kakiku terhenti di depan sebuah bangunan sekolah tua yang masih terlihat berdiri dengan kokohnya. Sepasang mataku menatap kearah anak-anak sma yang tengah berhamburan lari keluar gedung sekolah. Ingatanku kembali ke masa pertama kali aku mengijakkan kaki ke sekolah ini tujuh tahun yang lalu. Pagi itu hari pertama aku masuk SMA. Aku berangkat sekolah dengan atribut MOS yang super duper rempong. Rambut dengan sembilan ikatan sesuai tanggal lahirku (masih untung aku tidak lahir tanggal 31), tas ransel dari kain goni, telur ayam kampung yang nggak boleh pecah selama 3 hari selama MOS (aku masih nggak abis pikir apa motivasinya), kalung dari rangkaian petai yang baunya naudzubillah dan masih banyak lagi atribut-atribut nggak